Sebenarnya, gue ini adalah tipe orang yang selalu menjaga segala barang kepunyaan gue dengan amat sangat hati-hati. Karena gue amat sangat enggak suka kalau barang favorit gue sampai rusak.

books3

Misalnya buku favorit gue, Harry Potter. Gue pasti akan pasang sampul plastik dulu dengan rapi sebelum mulai membacanya supaya halaman judulnya enggak rusak karena kelamaan dipegang. Dan untuk memasang sampul buku itu, gue akan rela mengulangnya berkali-kali hingga setiap potongan dan tempelan terpasang dengan rapi tanpa cacat cela sedikit pun. Perfeksionis? Ya. Merepotkan? Banget. Tapi daripada harus kesal karena melihat kerusakan pada barang favorit gue, gue lebih memilih membuang-buang waktu melakukan semua ritual ini di awal. That’s the old me.

Namun masalahnya, seiring dengan bertambahnya usia, dan tingkat kematangan pikiran, gue menyadari sebuah hukum alam yang amat sangat penting, yaitu: Tingkat kecelakaan yang menyebabkan kerusakan pada sebuah benda tidak berkurang dengan bertambahnya tingkat proteksi terhadap benda tersebut. LOL! Dalam bahasa gampangnya, mau dilindungi kayak apa juga, semua barang pasti akan rusak juga. Pasti ada aja deh kecelakaan yang terjadi yang akan bikin si baret dan si somplak itu terpatri dengan indah di barang-barang favorit gue.

Inilah sebuah cerita singkat yang ingin gue bagikan di sini. Sebuah fenomena yang gue alami ketika menghadapi baret pertama di iPad gue. Pertama kali gue menerima iPad yang mulus dan cantik itu, gue langsung membeli casing paling oke di Apple Store yang terbuat dari kulit berwarna cokelat. Setiap kali, gue selalu menyimpan iPad itu dengan sangat hati-hati. Namun, ya ampun, suatu hari, entah dari mana datangnya, iPad gue mendapatkan baret pertamanya. Yang lebih menyebalkan lagi, baret itu terdapat di bagian layarnya. Jadi setiap kali gue memakainya, gue pasti akan melihatnya dengan jelas di depan mata gue.

Awalnya gue kesal banget, rasanya pengen deh mengganti screen protector-nya saat itu juga supaya dia kelihatan mulus lagi. Tapi karena kesibukan, dan pelit ?, akhirnya malas juga mengganti screen protector yang baru dipakai beberapa bulan. Jadi, gue biarkan saja baret itu ada di sana. Dan lama-kelamaan, gue enggak lagi merasa terganggu dengan kehadirannya. Gue menerima kondisi iPad gue yang baret itu dengan santai aja. Toh semua fungsi yang lainnya masih tetap bisa berjalan dengan baik. Kenapa harus memusingkan sebuah baret kecil, ya kan?

Sayangnya, kita, sebagai manusia, kadang sering melakukan hal yang sama terhadap orang-orang di sekitar kita. Kita memberi label kepada seseorang: orang baik atau orang jahat. Padahal pada kenyataannya tidak ada satu orang pun yang 100% baik atau 100% jahat. Orang yang kelihatan baik, pasti memiliki “cacat” juga. Sedangkan orang yang kelihatan jahat sebenarnya adalah orang baik juga, hanya saja dia memiliki lebih banyak “cacat” dibandingkan orang lain pada umumnya. Tapi itu bukan berarti bahwa dia tidak bisa menjadi baik dan harus diasingkan dari peradaban kita selama-lamanya.

good-v-evil-cartoon-1239725

Kembali ke cerita iPad. Hingga sekarang, gue masih membiarkan baret itu ada di sana. Dan ketika melihatnya, gue jadi tersenyum sendiri juga, karena baret ini menandakan bahwa iPad ini memang gue pakai untuk bekerja. Hanya barang yang digunakanlah yang akan memiliki noda atau kerusakan. Bila sebuah barang hanya disimpan di dalam lemari, dia akan tetap terlihat mulus tanpa noda sama sekali. Namun dia tidak ada gunanya. Tetap saja sia-sia bukan?

Sama seperti iPad gue yang “cacat”. Dia memiliki baret di layarnya. Sebuah baret yang harus disandangnya karena telah mengabdikan diri kepada gue. Bila orang lain yang melihatnya mereka pasti berkomentar pedas. Tapi bila gue yang melihatnya, karena gue pemilikinya, gue tetap akan tersenyum dan tidak akan membuang iPad itu hanya karena sebuah baret kecil yang dimilikinya.

Hanya saja, bisakah kita juga melakukan hal yang sama kepada orang yang ada di sekitar kita? Pernahkah kita berhenti sebentar dan berpikir bahwa mungkin saja, si orang yang nyebelin itu bersikap seperti itu karena sesuatu yang pernah dia alami di dalam hidupnya? Sesuatu yang mungkin dia lakukan untuk kebaikan namun pada akhirnya membuat dia terluka sehingga dia menyandang sebuah “cacat” yang membuatnya tampak seperti orang yang jahat.

Bisakah kita menghentikan praduga kita dan mencoba melihat orang tersebut melampaui “baret”-nya?

Spread love, not hatred…

hiLda