Not A Cinderella Story
Nama gue Ella. Tapi gue benci nama gue sendiri karena sama persis dengan nama Cinderella. Secara spesifik gue benci sama Cinderella. Kenapa? Karena Cinderella adalah cewek yang bodoh!
Pertama, kenapa dia gak pernah ngelawan waktu ditindas sama ibu tirinya seumur hidupnya? Dia ngerusak citra ibu tiri di mata seluruh umat manusia!
Kedua, kenapa dia harus begitu bodohnya nekat pergi ke pesta dansa dengan gaun dan sepatu kaca yang cuma bisa dipakai sampai jam dua belas? Bukannya malah nge-PHP-in si Pangeran dan ngabisin kas kerajaan sampai si Pangeran harus keliling seluruh negeri buat ngepasin satu sepatu ke satu cewek doang!
Ketiga, dan ini yang paling bodoh. Kenapa dia harus jatuh cinta sama Pangeran? Kenapa enggak jatuh cinta sama orang biasa aja. Seorang cowok jelek, kumal, tanpa perut six pack dan tanpa gelar bangsawan dan kekayaan yang berlimpah. Dengan begitu dia enggak akan bikin semua cewek di seluruh dunia ini mengidam-idamkan Prince Charming yang tampan, kaya dan naik kuda putih yang perkasa.
Gini ya, gue ceritain sedikit tentang hidup gue. Masa kecil gue dibuai dengan cerita para Princess yang hidup menderita dan baru bahagia ketika menemukan pangeran tampan impiannya. Jadi seumur hidup, gue mendedikasikan seluruh daya dan upaya untuk bisa menemukan sang pangeran impian. Pangeran yang akan mengubah semua kemalangan gue jadi kebahagiaan. Pangeran yang akan membuat dunia gue melayang dan hidup gue jadi sempurna. Pangeran yang akan bikin seluruh masalah gue sirna dengan cintanya yang menggelora.
Nih gue kasih tahu satu rahasia: Pangeran kayak begitu enggak ada! He doesn’t exist! If he exists, he doesn’t live on earth! Kenapa gue bisa bilang begitu? Karena gue sudah cari, cari, cari dan mencari, dan gue enggak mendapatkannya. Perlu waktu yang lama buat gue sadar bahwa Prince Charming cuma ada di negeri dongeng. Dan keinginan Cinderella untuk dilepaskan dari semua penderitaannya dengan menikah dengan Prince Charming adalah penyakit psikologis. Mau tahu apa nama penyakitnya? Cinderella Complex. Gak percaya? Google aja!
Cinderella itu bodoh. Dia adalah cewek bodoh yang membodohi semua cewek di dunia. Bodoh. Titik. Plain and simple.
Dan inilah saatnya. Saat di mana gue memutuskan untuk berhenti dibodohin Cinderella. Saat di mana seorang wanita harus menghancurkan impian seorang gadis kecil yang dibawanya seumur hidupnya. Impian Cinderella yang enggak akan bisa terwujud di dunia nyata.
Ini dia. Inilah saatnya…
“Grisella Maria Sanjaya, apakah engkau menerima Agustinus Budi Hartanto sebagai suamimu yang sah dan mencintainya seumur hidup baik dalam suka maupun duka?” tanya Pak Pendeta itu.
Inilah saatnya. Goodbye, Cinderella.
“Ya, saya bersedia,” gue jawab dengan lantang dan tanpa keraguan.
“Atas nama Gereja dan di hadapan para saksi, saya nyatakan kalian berdua sebagai suami-istri. Budi, silakan mencium istrimu.”
Dan dia mencium gue. Laki-laki yang berdiri di hadapan gue itu. Dengan bibirnya yang merah dan mirip bibirnya Angelina Jolie. Bukan bibir ramping dan kecil kayak punya Prince Charming. Perutnya yang cembung menyentuh perut gue yang sama-sama enggak rata. Jauh banget dari bayangan perut six pack-nya Prince Charming. Tangannya yang besar dengan otot bisep yang kendor memeluk gue dengan penuh cinta. Gue yakin dia enggak akan sanggup ngeangkat pedang kayak Prince Charming. Gue bahkan ragu kalau dia bisa naik kuda atau bahkan tahu cara naik ke atas punggung kuda.
Dia bukan Prince Charming. Tapi gue tahu, tanpa perlu ada satu kata pun yang terucap, kalau dia sayang banget sama gue. Dia, seorang pria biasa, yang enggak punya kedudukan, kekayaan atau kuda putih yang perkasa. Dia, cowok biasa yang lucu dan hangat dan membuat gue terpesona dengan kecerdasannya.
And I love him. Me… A stupid girl who believe in Cinderella’s Dream for 34 damn years! And now I’m letting that dream go! Sekarang gue melepaskan mimpi gue yang bodoh itu. Mimpi bahwa gue akan berdiri di sini bersama seorang Prince Charming.
And you know what? I’m happy! I’m happy because this man before me is so much better than Prince Charming! Dia mungkin enggak bisa naik kuda, tapi dia punya Avanza yang bisa dipakai untuk nganterin gue kerja setiap hari. Dia enggak punya istana, tapi dia punya rumah tipe 70 yang dia beli dari hasil kerja kerasnya sendiri. Dan dia mungkin enggak selalu camera ready dengan rambutnya yang acak-acakan, tapi gue bangga bisa jadi satu-satunya orang di dunia ini yang bisa memanggilnya “hubby”.
So… Goodbye, Cinderella. Goodbye, Prince Charming.
Kalian memang cocok berada di negeri dongeng. Biarlah cerita kalian tetap menjadi penghiburan buat banyak orang. Tapi gue enggak akan menjalani hidup gue dengan acuan kalian. Mulai sekarang, gue akan menjalani hidup gue bersama cowok ini. Seorang manusia biasa yang mencintai gue apa adanya dan gue cintai apa adanya.
I’m happy that I don’t marry a Prince Charming. I’m happy because I marry a real person.
***
Cerpen ini khusus gue buat untuk ngerayain Valentine’s Day. Buat lo para jomblo, jangan sampai bersedih hati dan jadi baper gara-gara Valentine’s Day ya! Remember, happiness comes from within. Not because of some guy or girl.
Happy Valentine’s Day!!
Spread love,