Hai semua! Kali ini gue mau post sebuah artikel yang sangat menarik yang gue temuin dari New York Times. Artikel ini adalah tentang gimana masyarakat merespon situasi pandemi yang pada akhirnya bikin kehidupan para Moms jadi terhimpit. Walaupun artikel ini berpusat pada para ibu yang bekerja, tapi gue rasa isinya relate banget buat banyak kalangan. Buat kalian yang mau baca artikel aslinya dalam Bahasa Inggris, bisa dilihat di sini ya. Gue terjemahkan isinya dalam Bahasa Indonesia di artikel ini.

Semoga bermanfaat!!

Ini Bukan Hanya Tentang Kelelahan, Ini Adalah Pengkhianatan

Ditulis oleh Pooja Lakshmin

Sebagai seorang psikiater spesialis kesehatan mental wanita, hampir setiap ibu yang saya tangani selama pandemi bergulat dengan kesulitan mengambil keputusan, amarah dan perasaan tidak berdaya setiap hari.

Ini bukan berita baru. Kelelahan di antara para orang tua, terutama para ibu, telah menjadi prinsip penentu dalam kekacauan global ini. Kelelahan level klinis ditandai dengan tiga simptom: perasaan lelah yang luar biasa, perasaan gagal dan kesulitan menjaga hubungan personal.

Meskipun demikian, semakin sering saya mendengar para pasien saya menggunakan kata “kelelahan”, semakin saya berpikir kata itu tidak menangkap dalamnya keputusasaan yang mereka gambarkan. Mereka adalah para ibu yang dihadapkan pada pilihan yang mustahil: membiarkan anak mereka pergi sekolah dan menanggung resiko terkena virus, atau tidak bekerja lalu membiarkan anak mereka di depan layar hanya untuk mendapatkan sedikit waktu tenang.

Untuk mendapat prespektif lainnya tentang kelelahan, saya berbicara dengan Dr. Wendy Dean, seorang psikiater yang mendedikasikan karirnya dalam menghadapi luka moral pada para dokter, yang mana adalah sebuah konsep di mana masalah sistemik dalam industri medis mencegah para dokter melakukan apa yang menurut mereka benar untuk pasien mereka. Dr. Dean berkata bahwa apa yang para ibu hadapi tidak identik, tapi mirip, dan adalah sebuah konsekuensi dari “keputusan masyarakat untuk mengejar profit di atas segalanya”.

Kehancuran dalam kesehatan mental para ibu mencerminkan sebuah level pengkhianatan masyarakat, menurut Dr. Dean. “Ini bukan kelelahan – ini adalah pilihan masyarakat,” katanya. “Hal ini menggiring para ibu untuk membuat keputusan yang tidak seharusnya dibuat oleh siapa pun bagi anak mereka.”

“Pengkhianatan” menggambarkan apa yang para pasien saya rasakan. Ketika kelelahan menempatkan kesalahan (dan tanggung jawab) pada orang tersebut dan menyatakan bahwa para ibu tidak cukup tangguh, pengkhianatan menunjuk langsung pada struktur yang rusak di sekitar mereka.

Jadi apa yang bisa kalian lakukan?

Sadari Bahwa Masalah Ini Adalah Sistemik

Langkah pertama yang penting adalah mengingatkan dirimu sendiri bahwa alasan mengapa kamu merasa bersalah, apatis dan kelelahan selama krisis dunia ini adalah karena pilihan yang dibuat oleh orang lain bukan dirimu sendiri. Kamu tidak bisa memperbaiki kurangnya peraturan pandemi nasional atau kegagalan para pengusaha untuk mendukung keluarga para pegawainya secara efektif. “Bagaimana mungkin kamu menang dalam situasi ini?” biasanya saya bertanya pada para pasien saya. 9 dari 10 kasus, solusinya adalah peraturan sosial-ekonomi yang bersahabat untuk kehidupan berkeluarga, yang mana belum terealisasi di Amerika Serikat (– red: dan bahkan masih sangat jauh untuk terealisasi di Indonesia).

Lepaskan Jebakan Pilihan yang “Tepat”

Menyangkut pembuatan keputusan selama pandemi, tidak ada pilihan yang sempurna: “Jika aku adalah ibu yang lebih baik, aku akan tahu apakah lebih baik menyekolahkan anakku di pre-school ketika aku sedang hamil,” kata seorang pasien saya. Kebutuhan yang tidak ada habisnya untuk menemukan solusi yang sempurna memberikan ilusi kontrol.

Ketika kamu menemukan dirimu secara mental berputar seperti ini, sadari bahwa kamu punya pilihan dalam bagaimana kamu bereaksi dan berinteraksi dengan pikiran-pikiranmu. Contohnya, jika kamu bersikukuh untuk menemukan jawaban yang tepat, cobalah berkata, “Ini dia lagi pikiranku, berkata bahwa ada jawaban yang sempurna.” Membiarkan pikiranmu terbuka menanamkan fleksibilitas psikologis, yang memberikanmu ruang emosional untuk mempertanyakan apakah pikiran seperti itu produktif atau bahkan realistis.

Buang Segalanya yang Ekstra

Menambahkan tugas, bahkan “perawatan diri”, ke dalam to-do list bukanlah obat mujarab untuk kelelahan. Dalam beberapa kasus, hal itu mungkin malah menambah beban mental – tugas tidak terlihat yang harus dilakukan bersama dengan mengatur rumah tangga – dan bahkan membuatmu merasa bersalah ketika gagal.

Saya sering memberi tahu pasien-pasien saya bahwa tindakan “perawatan diri” yang benar adalah menyadari bahwa kamu adalah satu-satunya orang yang bisa memberikan dirimu izin untuk mengambil kembali waktu dan energimu. Hal ini mungkin berarti melakukan percakapan berat dengan pasanganmu (jika ada), anggota keluarga dan bosmu tentang tugas mana yang realistis sekarang, dan mana yang harus menunggu (atau tidak dilakukan sama sekali).

Perhatikan Bagaimana Kamu Berbicara pada Dirimu Sendiri

Tidak jarang pasien-pasien saya berkata, “Seharusnya aku melakukan lebih.” Ini adalah salah satu cara bagaimana para wanita telah menginternalisasi budaya yang menuntut mereka menanggung sulitnya membina keluarga sekaligus merendahkan nilainya.

Ketika berurusan dengan pengkhianatan sosial yang menyebar luas, berbicara pada dirimu sendiri dengan ramah membantumu mengingat bahwa bukan kamu yang seharusnya disalahkan atas kekacauan ini. Contohnya, bukannya memaki dirimu sendiri karena memesan makanan dari luar selama tiga hari berturut-turut, cobalah untuk berkata, “Rumahku terasa berantakan karena dunia sedang berantakan, bukan karena aku adalah ibu yang buruk.” Ingatkan dirimu bahwa kesempurnaan dan keteraturan bukanlah tujuannya – kasih sayang dan fleksibilitas lah tujuannya.

Investasikan Sedikit Waktu yang Kamu Miliki Untuk Apa yang Membuatmu Bertumbuh

Lucia Ciciolla, seorang peneliti dan asisten profesor psikologi di Oklahoma State University, telah menemukan bahwa ada empat faktor penting yang berhubungan dengan kesejahteraan para ibu: kepuasan dengan persahabatan, menjadi autentik, merasa dilihat dan dicintai, dan merasa nyaman. “Kualitas relasi kita berhubungan dengan kesehatan emosional dan kepuasan dalam hidup,” kata Dr. Ciciolla. Memelihara hubungan yang autentik dengan pasangan, sahabat dan keluarga dapat mengurangi intensitas kelelahan.

Salurkan Amarahmu Secara Proaktif

Meskipun kadang rasanya sulit untuk berbicara atau meminta dukungan di lingkungan kerja, memberi tahu orang lain tentang rasa frustrasimu dapat membantumu merasa lebih baik.

Dr. Kali Cyrus, seorang psikiater dan asisten profesor di John Hopkins Universitiy School of Medicine, merekomendasikan untuk mengambil langkah nyata jika kamu bisa. “Ketakutan untuk menyakiti perasaan orang lain, mengganggu mereka, atau membuat masalah tidak ada artinya dibandingkan dengan kehilangan sebagian dirimu ketika kamu tidak melakukannya,” katanya. Jadi lakukan satu tindakan kecil sewaktu-waktu. Artinya bisa saja menyarankan sebuah Zoom meeting diganti menjadi panggilan telepon singkat, atau bertanya tentang bagaimana performance reviews disesuaikan dengan kebutuhan parenting dalam pandemi.

Pada akhirnya, tidak ada solusi mudah untuk pengkhianatan sosial besar-besaran yang dialami para ibu selama setahun terakhir, berpura-pura bahwa ada solusinya hanya menambah penghinaan pada luka yang sudah ada. Harapan saya adalah bahwa dengan menyadari dasar sistemik dari masalah ini, para ibu dapat terbebas dari rasa bersalah dan stress yang tidak pantas mereka alami.


Gimana? Kamu setuju dengan artikel ini? Yuk diskusi di kolom comment.

Kalau gue sendiri sih setuju banget dengan artikel ini. Meskipun gue enggak kerja full-time, tapi rasa lelahnya berasa banget. Dan kita masih belum tahu sampai kapan kondisi akan seperti ini terus. So, udah waktunya kita berhenti menunggu keadaan jadi lebih baik dan mulai melakukan sesuatu yang nyata untuk memperbaiki kualitas hidup kita sendiri. Kalau menurut lo gimana? 😉

Thanks for reading this! Kalau kamu suka sama artikel ini, jangan lupa untuk share ke teman-teman kamu ya!

Leave your comment below. Dan follow juga Instagram @just.hilda untuk selalu dapat update terbaru dari blog Just Hilda. Jangan lupa share artikel ini ke teman-teman kamu juga ya!

Spread love,