Honestly, I think passion is oversold. Paling enggak, itulah pengalaman yang gue rasakan setelah sekian lama merantau sebagai seorang manusia millenials. Haha!

Puluhan tahun yang lalu ketika masih di generasi orang tua kita, kondisinya mungkin berbeda. Mereka mungkin gak terlalu pusing soal passion. Karena pola pendidikan yang berbeda, kondisi ekonomi yang berbeda dan kehidupan sosial yang berbeda, bisa dibilang tuntutan yang mereka hadapi di masa itu enggak sebesar yang kita rasakan sekarang.

Sedangkan di zaman kita, di mana situasi ekonomi sudah mulai stabil, perkembangan teknologi begitu pesat dan lautan informasi bisa dengan mudah kita dapatkan, kita dihadapkan pada begitu banyak pilihan. Sehingga pertanyaan paling fundamental yang sering kita tanyakan pada diri kita sendri adalah, “Mau jadi apa kita?” Pertanyaan yang juga sangat lumrah ditanyakan pada anak2. Bahkan anak gue aja udah sering gue tanya begitu dari sekarang, ketika dia baru berusia 2 tahun. 

Jadi gak heran, kalau ketika kita dewasa, kita berusaha dengan keras untuk mengejar mimpi kita. Kita berusaha untuk menjadi seseorang yang kita impikan. We chase our passion so hard. And give our everything to try making it happen. Tapi ternyata, seringkali meskipun kita sudah berusaha keras untuk mengejarnya, kita masih tetap gagal. Gagal untuk meraih mimpi kita. Gagal untuk mewujudkan passion kita. 

Kenapa kita gagal? Apakah mengejar passion adalah sesuat yang salah. Enggak kok! Sebagai seorang yang cukup idelis, gue menolak untuk mempercayainya. Karena menurut gue mengejar passion itu enggak salah. Ketika kita memiliki sebuah keinginan dan sangat bersemangat untuk melakukan sesuatu, bukanlah hal yang salah bila kita melakukannya. Tapi seringkali memang ini enggak berujung pada hasil yang kita inginkan. Karena balik lagi, passion is oversold. Passion is not everything. We need more than just passion to make it happen.

So what do we need other than passion? Ada beberapa hal yang harus kita sadari sebelum kita menjunjung tinggi passion sebagai gaya hidup kita. Ini dia beberapa poin yang gue rangkum berdasarkan pengalaman gue sendiri.

1. Our passion sometimes is no longer realistic

Passion kita kadang dimotivasi oleh sesuatu yang kita anggap keren ketika kita masih kecil. Kalau waktu kecil kita suka basket, mungkin kita dengan gampang bercita-cita jadi atlet basket. Dan ketika kita begitu aktif ikut klub basket semasa sekolah, dan dapat mencetak angka begitu banyak setiap pertandingan, kita semakin percaya bahwa kita adalah atlet yang luar biasa.

Masalahnya ketika masuk ke dunia profesional, levelnya jauh banget bedanya. Level skill yang dibutuhkan untuk bisa bersinar di antara mereka yang juga bersinar sangatlah berbeda dengan bersaing sama teman sekolah. Butuh jauh lebih banyak disiplin, jauh lebih banyak latihan dan jauh lebih banyak tenaga untuk bisa mencapai level itu. Ketika kita bisa jadi juara sekolah, enggak serta merta artinya kita sudah mencapai level itu.

Ingat, di atas gunung masih ada langit. Di atas langit masih ada atmosfir. Jadi, jangan pernah percaya bahwa lo sudah jadi the best of the best cuma karena jadi MVP di kompetisi tingkat daerah. Masih dibutuhkan banyak sekali usaha untuk bisa menggapai mimpi lo jadi atlet basket yang sesungguhnya. Dan kalau memang itu yang lo inginkan, dan lo berani mengambil resiko untuk menempuh segala tantangan untuk bisa mencapainya, maka lakukanlah.

Tapi kalau suatu hari lo tersadar bahwa usaha untuk mencapai tingkat itu terlalu berat, dan lo jadi enggak begitu tertarik lagi melakukannya, maka lepaskan saja passion itu. Gak apa-apa kok. Banting setir aja. Lebih baik begitu daripada lo ngehabisin waktu hidup lo mengerjar sesuatu yang enggak realistis lagi buat lo. Waktu lo kecil, mungkin lo ngebayangin dengan jadi bintang basket di sekolah lo udah bisa jadi atlet profesional. Jadi cita-cita itu sangat realistis. Tapi setelah lo dewasa dan ngelihat kenyataannya, hal itu jadi enggak memungkinkan lagi. Ya sudah, lepaskan saja. Karena semakin besar pemahaman lo akan suatu hal, semakin lo tahu apakah hal itu memang cocok buat lo atau enggak.

So, don’t be discouraged. It is okay to let go of an unrealistic passion.

2. We cannot chase our passion alone

Gak ada satu orang pun di dunia ini yang bisa melakukan segalanya sendirian. Kalau lo punya skill yang hebat dalam marketing, mungkin lo enggak bisa melakukan financing. Kalau lo punya technical skill yang luar biasa, mungkin lo gak jago jualan. Pada dasarnya, pasti ada sesuatu dalam sebuah bisnis yang perlu lo mintain bantuan ke orang lain.

Masalahnya, seringkali kita merasa diri kita, sebagai si passion owner, adalah yang paling ngerti gimana caranya mencapai tujuan kita. Jadi, bisa jadi kita enggan meminta bantuan orang lain. Entah karena kurang percaya sama orang lain atau merasa lebih jago untuk melakukan segalanya sendirian. Catat ya, keduanya adalah pola pikir yang salah.

Pertama, kalau lo gak bisa percaya sama orang lain untuk bantuin lo, lo sama aja bunuh diri. Karena supaya bisnis lo bisa jadi semakin besar, lo harus mendedikasikan sangat banyak waktu dan tenaga di sana. Tapi, seperti manusia biasa yang lainnya, waktu dan tenaga lo terbatas. Sehari lo cuma bakal punya waktu 24 jam. Gak lebih. Dan sebagaimana pun lo memaksakan diri lo untuk menurahkan segala tenaga lo, pada akhirnya lo pasti akan kelelahan. Suatu saat lo pasti akan tumbang. Dan pada akhirnya, ketika lo tumbang, bisnis lo pun akan ikutan tumbang.

Kedua, kalau lo berpikir bahwa cuma lo yang paling jago dan bisa ngelakuin segalanya, artinya lo adalah orang yang sombong. Kelemahan terbesar orang sombong adalah enggak bisa melihat kelemahannya sendiri. Dia merasa dirinya yang paling hebat. Maka suatu hari pun, orang sombong pasti akan termakan kesombongannya sendiri. Karena orang yang enggak bisa melihat kelemahannya sendiri enggak akan pernah bisa berkembang. Dia enggak akan bisa menjadi lebih baik. Dan kalau dirinya sendiri enggak bisa jadi lebih baik, gak mungkin bisnisnya bisa berkembang jadi lebih baik.

Jadi, kesimpulannya. Lo butuh bantuan. Lo butuh partner. Lo butuh orang lain. Mereka yang bisa bantuin lo ngelakuin segala hal yang gak bisa lo lakuin, atau bahkan mereka yang sesimpel cuma nyemangatin lo ketika lo lagi down. Lo butuh mereka semua. Lo gak bisa mewujudkan cita-cita lo sendirian. Karena pada akhirnya, kalau pun lo bisa menjadi orang sukses sendirian akan menjadi orang yang kesepian. Lagipula, kesuksesan kita akan terasa lebih manis ketika kita bisa merayakannya bersama orang-orang yang berarti buat kita kan?!

3. Our passion doesn’t make money.

Kita bisa punya berbagai macam passion. Mulai dari yang berkaitan dengan bisnis, sampai niat yang paling mulia sekalipun seperti misalnya menolong orang-orang yang kelaparan di negara-negara miskin. Mungkin kita sudah melakukan segalanya yang dibutuhkan untuk mengejar passion itu. Kita memiliki tim yang hebat dan mampu melakukannya. Tapi, meskipun kita sudah melakukan segalanya, kalau pada akhirnya kita tidak dapat menghasilkan uang melalui apa yang kita lakukan, passion kita tersebut sama saja dengan makhluk sekarat yang tinggal menunggu ajal.

Balik lagi, yang bisa bikin sebuah usaha berjalan adalah uang. Bahkan kegiatan sosial pun butuh uang. Lo gak bisa memberi makan orang-orang kelaparan kalau lo gak punya uang untuk beli nasi. Lo gak bisa menyembuhkan orang-orang sakit, kalau lo gak punya uang untuk beli obat. Kegiatan sosial pun butuh sumber pendanaan. Apalagi sebuah bisnis yang profitable.

Let’s get real. Money is not everything but everything needs money. Lo gak bisa terus mengejar passion lo tapi gak makan seharian. Lo harus sehat dan kuat untuk punya tenaga mengejar passion lo. Kayak yang gue omongin di point sebelumnya, kalau lo tumbang, bisnis lo pun tinggal menunggu waktu untuk tumbang. Jadi, kehidupan yang layak buat lo sebagai CEO adalah sesuatu yang juga esensial buat bisnis lo.

That being said, artinya lo juga harus bisa mengontrol lifestyle lo. Memiliki kehidupan yang layak gak sama dengan hidup berfoya-foya. Mentang-mentang ada duit di rekening, yang mungkin sebenarnya adalah milik perusahaan, bukan milik lo pribadi, jangan sampai bikin lo gelap mata dan menghabiskan semuanya dengan cara yang enggak bertanggung jawab. Gak mungkin orang yang baru merintis bisnis bisa terus mejeng di cafe paling gaul setiap hari dan gak jadi bangkrut (– kecuali cafe itu adalah tempat usaha lo). Jadi, menghasilkan uang yang cukup untuk bisa menjalankan bisnis dan punya kehidupan yang layak itu seperti sebuah timbangan yang perlu terus lo jaga keseimbangannya. Dan ini adalah hal yang sering disepelekan banyak orang dan para pemimpi yang terlalu idealis untuk bisa melihat realita. 

Itu dia 3 hal yang menurut gue perlu kita sadari sebelum berusaha untuk hidup menurut passion kita. Passion is good. But we need a lot more stuff to be success. Passion is the fuel that keeps us going when situation gets tough. But we cannot lean only on passion 100%. Educate yourself. Kayak tentara yang mau maju perang, persenjatai diri kalian supaya bisa memenangkan perang. Dan yang paling penting, ketika kita gagal, jangan berhenti. Gagal lah sebanyak mungkin. Supaya kita bisa belajar semakin banyak untuk bisa jadi sukses.

Thanks for reading this! Bagiin juga pengalaman kamu mengejar passion di kolom komentar di bawah yaa..

Spread love,