Patut Diperjuangkan
You know, I think, you can only savour life when you have a purpose driven life.
Percaya deh, gue bukannya mau jual buku. Tapi ini alasannya. Dan ini gue sadari hampir barusan.
Kita enggak akan pernah bisa hidup bila hidup yang kita hidupi adalah hidup orang lain. Itu semua orang pasti sudah tahu. Sudah banyak film yang mengangkat cerita semacam ini dan banyak buku novel yang ditulis tentang ini. We all desperate to find our destiny. We are all desperate to make our dreams come true. Right?!
Tapi apa yang terjadi bila kita bahkan enggak tahu apa “destiny” kita itu? Kita menjalani hidup kita seperti seekor anjing yang berputar-putar mengejar ekornya sendiri. Enggak punya tujuan. Enggak tahu apa yang mungkin bisa bikin kita merasa fulfilled.
Atau bagaimana bila kita pikir kita tahu apa “destiny” kita itu, dan kita sudah berusaha mengejarnya sampai capek, tapi enggak kesampaian juga. Apa mungkin kita salah bermimpi? Apa mungkin kita memberikan taruhan kita pada sisi yang salah? Kita mulai meragukan diri kita sendiri. Dan akhirnya kita membuat alasan-alasan yang memvalidasi kekalahan diri kita. Yang nyatanya kekalahan itu bukan lain daripada penyerahan diri. Bendera putih. Dengan kata lain kita menyerah.
Gue yakin, kita semua pasti ingin mewujudkan mimpi-mimpi kita. Siapa sih yang enggak pernah membayangkan momen itu, ketika apa yang kita idamkan terwujud dan kita merasa patut berbangga atas segala jerih payah kita. Tapi, kenyataannya, pasti akan ada banyak sekali hal yang akan menjegal langkah kita. Jangan tanya kenapa, that’s life!
Pertanyaannya, apakah kita cukup gigih (atau keras kepala) untuk percaya pada mimpi kita? Apakah kita cukup gila untuk memberanikan diri kita bermimpi melakukan hal-hal besar? Apakah kita cukup sabar untuk berjuang bagi hal-hal yang memang patut kita perjuangkan itu? Apakah kita berani menantang ketakutan yang pasti akan datang ketika orang-orang mulai mencibir kesuksesan kita karena iri?
Dari pengalaman gue baru-baru ini, gue sadar bahwa rasanya memang lebih mudah untuk menyerah. Tapi ketika sesuatu yang gue serahkan itu adalah sesuatu yang memang berharga buat gue, rasanya pasti enggak rela. Gue enggak rela untuk menyerah. Sebagaimana berat pun rasanya untuk mengakui bahwa gue sudah kalah pada ketakutan di dalam diri gue sendiri, lebih berat lagi rasanya untuk benar-benar melepaskan sesuatu yang memang sudah menjadi kerinduan di dalam hati gue sendiri. Dan gue yakin, hanya itulah yang mampu mengangkat gue untuk bisa bangkit lagi dan memulai semuanya kembali.
Jadi… Bagaimana dengan kamu? Masih berani bermimpikah? Jika iya, maka selamat! Kamu sudah maju satu langkah lagi untuk menghidupi hidup yang layak kamu hidupi.
Spread love, not hatred…
hiLda