Sang Penipu
Hari ini ada sebuah kejadian yang cukup konyol buat gue. Gue ceritain ya…
Jadi, gue punya sebuah bisnis online yang menjual makanan beku. Sekitar setahun yang lalu, gue pernah punya pengalaman hampir ditipu oleh seorang pembeli yang menghubungi gue lewat WhatsApp. Modusnya adalah memesan barang, lalu gue kirimkan bon ke dia lewat WA, tapi dia pura-pura transfer kelebihan dengan menambahkan 0 dari total nominal yang ada di bon. Kemudian dia meminta gue mengembalikan sisa uangnya yang kelebihan. Padahal pada kenyataannya dia enggak melakukan transfer sama sekali. Bukti transfer yang dia kirim adalah bukti transfer palsu. Dan gue hampir kena penipuan semacam ini 2 kali, friends!!! Jadi gue kapok banget sama orang-orang gak jelas yang tiba-tiba pesan dari WA tanpa gue tahu dari mana asalnya.
Lucunya, hari ini tiba-tiba kejadian semacam itu terulang kembali. Ada seseorang yang mau membeli barang jualan gue dan dia menghubungi gue lewat WA. Padahal sekarang gue sudah punya berbagai online shop yang bisa dia gunakan untuk membeli barang dengan mudah. Dan pertanyaan pertama dari dia adalah: “Bisa bayar pakai transfer gak?” Seketika itu juga gue yakin banget kalau orang ini mau nipu gue!!
Tapi karena gue adalah seorang sales budiman (– cieeehhh), gue enggak menunjukkan prasangka gue. Gue ladeni setiap pertanyaan dia. Dan akhirnya gue arahkan dia untuk beli dari online store. Sambil gue yakin dia akan bikin-bikin alasan untuk bilang bahwa repot beli dari online store, pesan langsung aja biar bisa transfer. Dan betul… Kejadian tuh.. Dia bilang ribet pesan dari online store. Pembayaran transfer ke virtual account enggak jelas nomor VA nya (– padahal gue pernah coba dan jelas banget nomornya).
Akhirnya gue arahkan dia untuk bayar pakai online payment, bukan transfer bank. Sambil gue pun masih yakin dia pada akhirnya akan menyerah, gak jadi beli. Karena kalau pembayaran menggunakan online payment, sudah pasti dia enggak akan bisa nipu gue lagi. Dan betul… Dia mengeluh ketika gue arahkan untuk ganti metode pembayaran. Dan setelahnya gue amat sangat yakin dia gak akan jadi beli.
Tapi kemudian, sekitar 15 menit berikutnya, dia mengirimkan screenshot bahwa pembayaran sudah dia lakukan. Dan dari sistem gue, gue mendapat notifikasi pesanan baru. Yang artinya ternyata dia beneran pembeli, bukan penipu…. XD
Konyol banget!!!! Gue amat sangat yakin kalau gue akan ditipu. Gua yakin sekali kalau orang ini enggak berniat baik. Dengan nama dama foto profile di WA yang gak jelas, gue semakin yakin kalau orang ini berniat menipu. Tapi ternyata dugaan gue salah, friends! Ketika gue mengharapkan yang terburuk, ternyata yang terjadi adalah yang terbaik. Dia beneran pembeli yang legit, dan dia membayar dengan semestinya.
Apa yang Kita Pikirkan vs. Apa yang Sebenarnya Terjadi
Dari kejadian ini gue akhirnya paham apa yang diajarin sama konselor gue di sesi trauma healing yang sedang gue jalani sekarang. Pikiran kita adalah seorang penipu. Our mind is a trickster! Dengan mudah pikiran kita membuat sebuah keputusan berdasarkan pengalaman-pengalaman kita. Dan dengan mudah kita yakin bahwa itulah kebenarannya. Padahal, fakta yang sebenarnya terjadi kadang berbeda jauh dengan apa yang kita pikirkan.
Sayangnya, seringkali kita lebih yakin dengan pikiran kita dibandingkan dengan fakta yang ada di depan mata. Sehingga seringkali kita bertindak atas apa yang kita pikir adalah kebenaran, bukan berdasarkan fakta yang sesungguhnya. Misalnya, ketika kita sangat yakin bahwa kita berhadapan dengan orang yang jahat, kita akan bersikap dingin dan bermusuhan. Padahal belum tentu orang itu memang berniat jahat. Bisa saja kita membuat penilaian berdasarkan stereotype yang kita miliki dalam benak kita. Sehingga kita menghakimi orang yang baru kita temui itu secara tidak adil. Sehingga dia pun tidak akan bersikap ramah kepada kita, yang mana mengkonfirmasi praduga kita yang sebelumnya. Padahal, belum tentu kenyataannya seperti itu.
Seperti yang hari ini terjadi pada gue. Kalau saja sejak awal gue langsung yakin bahwa pembeli gue ini adalah seorang penipu, gue akan bersikap kasar sama dia yang pada akhirnya akan membuat gue kehilangan penjualan. Tapi untunglah gue masih tetap memendam praduga gue dalam hati dan melayani dia semampu gue. Sehingga pada akhirnya, gue mandapatkan penjualan yang menguntungkan bisnis gue, dan sekaligus membuktikan bahwa pikiran gue tidak selalu bisa dipercaya.
Jadi, kalau boleh gue berpesan buat kalian semua. Lihatlah fakta yang ada di depan mata. Jangan biarkan asumsi-asumsi kita membuat kita memilih tindakan yang salah. Pikiran kita adalah sang penipu. Maka selalu tanamkan praduga tak bersalah sebelum ada bukti yang nyata ya!
Thanks for reading this! Kalau kamu suka sama artikel ini, jangan lupa untuk share ke teman-teman kamu ya!
Leave your comment below. Dan follow juga Instagram @just.hilda untuk selalu dapat update terbaru dari blog Just Hilda. Jangan lupa share artikel ini ke teman-teman kamu juga ya!
Spread love,