Makan di dalam sebuah kapal besar yang lagi berlayar sih udah biasa. Pernah gak lo coba makan di dalam kapal besar yang terdampar di tengah kebun teh?

Nah itu dia sensasinya waktu gue jalan-jalan ke Pinisi Resto, Ciwidey.

Restoran ini terletak di kawasan Situ Patengan (– atau yang juga dikenal dengan nama Situ Patenggang), Ciwidey, Jawa Barat. Situ diambil dari bahasa Sunda yang artinya danau. Danau ini letaknya 1,6km dari permukaan laut. Jadi udaranya dingin dan sejuk. Belum lagi kawasan sekitarnya yang sekarang dijadikan perkebunan teh yang sangat luas. Bikin pemandangan dari puncak restoran ini begitu hijau di segala arah.


 

Legenda Situ Patengan

Konon, danau ini memiliki sebuah origin story yang cukup romantis. Adalah Ki Santang dan Dewi Rengganis, dua sejoli yang saling jatuh cinta namun dipisahkan oleh jarak dan waktu. Ki Santang adalah keponakan Prabu Siliwangi. Sedangkan Dewi Rengganis adalah seorang gadis desa yang hidup di pegunungan. Karena perasaan cinta mereka yang begitu dalam, mereka saling mencari satu sama lain. Hingga akhirnya mereka dipertemukan di sebuah batu besar yang dinamakan Batu Cinta. Setelah akhirnya mereka dapat bertemu, Dewi Rengganis meminta Ki Santang untuk membuatkannya sebuah danau dan perahu untuk mereak naiki berdua. Perahu itu akhirnya berubah menjadi sebuah pulau berbentuk hati. Sekarang pulau itu berada di tengah Situ Patengan dan dinamakan Pulau Sasuka, atau yang dalam Bahasa Indonesia artinya Pulau Asmara.

Yah… Namanya juga legenda. Kalau jaman sekarang minta dibuatin danau sih yang ada si kekasih malah kabur karena ga kuat bayar cicilannya. Hahaha!

Anyway, nama Situ Patengan itu ternyata berasal dari kata “pateang-teang” dalam Bahasa Sunda yang artinya “saling mencari”. Nama ini menggambarkan Ki Santang dan Dewi Rengganis yang saling mencari “their one true love”. Dan konon pasangan yang singgah di Batu Cinta dan mengelilingi Pulau Asmara diyakini akan menemukan cinta abadi layaknya Ki Santang dan Dewi Rengganis.

Gue pernah melakukan ini belasan tahun yang lalu waktu masih sekolah. And now I found my hubby. Haha! So, believe it if you believe it. For me, this is just a fun trivia.

 

About the Resto

Interior restoran ini benar-benar bikin kita berasa benar-benar ada di dalam sebuah kapal. Lengkap dengan geladaknya yang terbuat dari kayu, bikin kita ngerasa lagi ada di dalam sebuah kapal tua klasik.

Lampu penerangannya pun dibuat kayak lampu minyak. Benar-benar setia sama kesan klasik yang ingin ditampilkan. Dan bikin kita berasa kayak pelaut yang lagi mengarungi samudera. Ciehh…

Meja dan kursi yang tersedia juga banyak banget. Dan area makan terletak di lantai 2 dan 3. Jadi gak perlu khawatir kehabisan tempat duduk. Kecuali mungkin di hari-hari libur yang sangat padat pengunjung, harus lebih sedikit bersabar untuk dapat tempat duduk. Dan di sini enggak ada waitress yang menerima waiting list dan dengan teratur menyediakan meja buat kita loh ya. Jadi ya first come first served aja. Harus pinter-pinter cari tempat duduk sendiri deh pokoknya.

Untuk makanan utama, mereka menyediakannya dalam bentuk prasmanan. Jadi sistemnya kita sendiri yang ngantri dan pilih makanan yang dipengenin. Lalu bayar di kasir seperti makan di kantin. Jangan kaget ya kalau pas jam makan antriannya bisa panjang banget. Karena area prasmanan di sini memang cuma ada satu. Kalau mau antisipasi, lebih baik makan yang kenyang dulu di luar. Karena di sini sebenarnya lebih asyik buat ngemil sambil nongkrong.

Kalau perut udah lumayan kenyang, bisa juga cuma jajan cemilan di area belakang. Di sini tersedia beberapa jajanan kayak roti bakar dan seblak yang asyik juga buat dimakan sambil nongkrong bareng. Cuma, harganya memang agak mahal. Maklum lah, namanya juga tempat wisata.

Kalau lagi gak mau makan, bisa juga beli kopi luwak yang juga tersedia di area belakang. Yang ini lumayan banyak pemesannya nih. Jadi kalau lagi rame, harus bersabar banget sampai pesanan lo datang ke meja. Rasa kopinya not bad. Cuma ya nunggunya aja yang lama.

 

Yang Bikin Seru

Gak cuma restoran, banyak juga tempat lainnya yang seru di kawasan ini. Sayangnya setiap tempat itu dikenai biaya lagi setiap kali masuk. Seperti dek paling atas kapal yang bisa dimasuki dengan membayar Rp 5.000 atau jembatan gantung ini yang bisa dilewati dengan membayar Rp 10.000.

Kalau lo berminat mengunjungi semua tempat di area ini, lebih baik beli tiket terusan aja di pintu masuk yang harganya Rp 50.000. Karena hanya untuk masuk ke restoran aja udah dikenakan biaya Rp 20.000. Jadi bedanya gak banyak, tapi tergantung kebutuhan aja.

Atau, kalau mau sekalian nginep glamping (– glamour camping) di samping danau juga bisa. Ada sekitar 20 tenda yang dipasang di sekitar danau ini dengan 2 macam pilihan. Tenda kecil bisa dihuni oleh maksimal 4 orang., sedangkan tenda besar, yang ditujukan untuk keluarga, bisa dihuni oleh maksimal 8 orang.

Kalau kalian nginep di sini, kalian bisa masuk ke semua tempat gratis dan bisa breakfast di Pinisi Resto gratis juga. Karena semua biaya sudah termasuk dalam paket menginap. Dan gak perlu khawatir, namanya juga glamping, semua fasilitas tersedia dengan baik seperti di hotel. Ada air panas, spring bed, dan kursi buat duduk-duduk di teras. Bedanya cuma kamarnya bukan pakai tembok, tapi tenda. Dan ga ada lobi hotel mewah yang menyambut lo, tapi Situ Patengan. Hehe…

Kapan-kapan gue juga pengen coba glamping di sini. Nanti gue bagi-bagi review lagi ya.

 

About “Pinisi”

Terakhir nih sebagai penutup. Tahu gak sih lo, kalau Pinisi itu adalah nama kapal layar legendaris khas Indonesia?

Kapal Pinisi sudah ada bahkan sebelum tahun 1500-an. Kapal ini dibangun oleh Suku Bira dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua buah tiang layar utama dan tujuh buah layar. Tujuh layar ini menggambarkan nenek moyang bangsa Indonesia yang mampu mengarungi tujuh samudera besar di dunia. Keren banget kan?!

Lupakan soal nongkrong dan foto-foto cantik di restoran yang lagi nge-hits. Ternyata Pinisi memiliki makna yang jauh lebih dalam daripada itu. Kapal ini bukan hanya sekedar sebuah hiasan yang kece di tengah kebun teh. Kapal ini juga mengandung kebanggaan bangsa Indonesia yang adalah pelayar-pelayar tangguh. Kapal yang gagah dan megah dan hebat. Menggambarkan bangsanya yang juga gagah, megah dan hebat. Sesuatu yang gue rasa mulai sering kita lupakan sekarang.

Masih mengusung tema 17 Agustus, yuk kita sebagai anak muda Indonesia belajar untuk lebih mengenal akar budaya kita. Kita sering terbawa arus globalisasi dan menganggap apa yang ditawarkan dunia luar jauh lebih keren. Padahal sebenarnya bangsa kita sendiri pun punya sejarah yang jauh lebih keren. Andaikan kita sadar dan mulai menghargainya, budaya itu enggak akan hilang dan termakan waktu. Siapa lagi yang bisa melestarikannya selain kita kaum muda. Dan siapa lagi yang bisa memamerkannya (– dan bikin jadi trending topic) kalau bukan kita.

 

Spread love,

hiLda