Self-Crash – And How To Handle It
I want to tell you a funny yet real story that I witness last week.
Pagi itu gue sedang bersiap-siap berangkat ke kantor bersama suami gue. Kami berdua berjalan menuju basement, tempat mobil kami diparkirkan. Ketika kami sampai di sana, mobil yang parkir di sebelah mobil kami sedang berusaha untuk keluar dari tempat parkirnya. Mobil itu adalah mobil Agya, yang dilihat dari plat nomornya baru saja dibeli bulan lalu. Dan saat itu posisi mobilnya sudah hampir menyerempet bemper depan mobil gue, karena dia mengambil arah terlalu ke kanan untuk menghindari mobil yang parkir paralel di depannya.
Ketika melihat itu, suami gue langsung memperingatkan dia supaya jangan maju lagi. Kalau dia maju lagi, pasti akan menyenggol mobil gue. Lalu suami gue memundurkan mobil kami supaya dia lebih leluasa untuk belok. Tapi, lucunya, dia malah mengambil arah terlalu kiri, lalu menyundul mobil Jazz yang parkir paralel di depan mobil gue. OMG!! Begitu melihat mobil Jazz itu mundur, dia panik lalu langsung memundurkan mobilnya. Tapi kali ini kaca spion kanannya malah membentur tiang beton yang ada di sebelah kanannya. Seriously, gue pengen ketawa tapi takut juga ngelihatnya. But here is some interesting things that I learned from that guy’s mistake:
- Anak baru pasti membuat kesalahan
Ya iyalah, namanya juga anak baru. Mungkin dia baru belajar nyetir. Wajar saja, mobilnya Agya yang baru dibeli sebulan yang lalu. Mungkin dia belum mengerti cara parkir yang benar dan cara memperkirakan space yang dibutuhkan untuk belok. And that is fine. Karena dia baru belajar. Kita tidak boleh memasang standar yang terlalu tinggi pada diri kita sendiri. Tidak mungkin kita bisa berhasil tanpa melakukan kesalahan sedikit pun. Jadi, bila kamu pernah berbuat suatu kesalahan, dan kamu merasa kamu sangat bodoh atau tidak layak karenanya, maafkanlah dirimu. Children makes mistakes. But as we grow to be an adult, we decrease those mistakes and becoming a better person. - Kesalahan yang kita buat berdampak pada diri kita dan pada orang lain
Ketika cowok itu berusaha keluar dari tempat parkir, dia enggak cuma menabrak mobil Jazz itu saja, tapi juga merusakkan kaca spion-nya sendiri. Gue yakin itu semua enggak disengaja. Kalau saja dia sudah lebih jago menyetir, gue yakin dia enggak akan dengan sengaja nabrak-nabrakin mobilnya. But shit happens! Sometimes we stumble and fall. And when we fall, maybe we bring someone down too, unintentionally. As I said before, we made mistakes in our lives. Jadi, kalau sampai hal itu terjadi dalam hidup kita, jangan menyalahkan diri kita sendiri. Remember the keyword: UNINTENTIONALLY. Kalau kamu dengan tidak sengaja menyakiti orang lain, berbesar hatilah dan minta maaf. That’s the least that you can do. Dan yang terpenting adalah: Jangan pernah menghukum dirimu sendiri atas kejadian itu! Yes, you’ve made mistakes. But you realize that. After that, your job is to fix it in the best way you can then move on. Be responsible, but don’t take all the world’s responsibilities in your hands. - Step back! And let the guy fix his own mistake
Jangan pernah mengambil alih tanggung jawab orang lain dengan berusaha menyelesaikan masalah orang itu seorang diri. Segemas-gemasnya kami ketika melihat cowok itu berusaha keluar dari tempat parkir, baik gue maupun suami gue enggak ada yang bilang sama dia, “Keluar dari mobil itu! Biar gue yang bawa mobil ini keluar dari parkiran!”. No, we don’t do that! Pertama, karena mobil itu adalah mobilnya. Dan lagipula, dia perlu belajar untuk keluar dari tempat parkir! For God’s sake, if you want to drive, you must know how to park, right?! So, gue rasa enggak adil kalau kami “mencuri” pengalaman yang “berharga” itu dari dia. Well, mungkin mobilnya jadi lecet, but at least he learned something! Mungkin terkadang kita juga gemas sama teman-teman kita yang punya permasalahan yang sudah jelaaasss banget di mata kita, tapi dia enggak pernah mau berubah. Dia terus-menerus melakukan belokan yang salah dan menabrak kiri-kanan hingga mobilnya lecet di semua bagian. But, that is his/her moment! Kita enggak boleh merebutnya. Kalau kita merebutnya, dia enggak akan pernah belajar. Yang bisa kita lakukan adalah membimbingnya dan selalu siap sedia ketika dia membutuhkan bimbingan itu. That is so much better than to take over the wheel of his/her life. Be a guru, not a tyrant.
Sekian curcol dari gue hari ini. Dari kejadian kocak dan bikin ngeri yang terjadi kurang dari 5 menit, semoga kita semua bisa belajar sesuatu yang lebih tentang kehidupan.
Spread love, not hatred…
hiLda