Pandemi COVID-19 masih belum selesai di seluruh dunia. Sedihnya, gelombang kedua menyapu Indonesia kembali setelah gelombang pertama selesia di awal tahun. Kita yang sudah mulai berani keluar rumah, sekarang kembali diserang paranoia dan ketakutan. Belum lagi ketika kita melihat kerabat-kerabat kita berjatuhan karena penyakit COVID ini. Rasanya mental jatuh banget dan semakin sulit untuk tetap memegang pengharapan di dalam hati kita.

Ya, dunia sudah setahun lebih dilanda pandemi. Pandemi terakhir sebelum COVID-19 ada di dunia ini terjadi pada tahun 1918, yaitu pandemi flu Spanyol. Tentunya kita semua belum lahir ketika itu terjadi. Jadi ini pengalaman pertama kita menghadapi pandemi.

Tapi bukan berarti kita harus menyerah pada keadaan. Dunia kedokteran dan teknologi semakin berkembang. Manusia beradaptasi dan belajar dari pengalaman di masa silam. Jadi sekarang kita bisa mengatasinya dengan lebih baik, dengan mempersiapkan tenaga kesehatan dan vaksinasi yang masif di seluruh dunia.

Seperti gelombang pasang air laut, gelombang pandemi ini juga suatu saat pasti akan berakhir. Yang perlu kita lakukan adalah BERTAHAN. Bertahan hingga semuanya reda dan kita bisa kembali hidup dengan normal. Saat itu pasti akan datang. Tapi kita belum tahu pasti kapan datangnya.

Jadi, selama kita menunggu pandemi ini berakhir, apa yang sebaiknya kita lakukan selama mengurangi aktifitas di luar rumah? Bosan? Iya, tahu. Pasti bosan diam terus di rumah dan ruang gerak kita jadi terbatas. Tapi untuk mengurangi rasa stress dan paranoia yang melanda, gue punya 4 hal yang bisa kita lakukan supaya masa penantian kita ini enggak terasa terlalu menyakitkan. Cekidot ya…

1. Batasi Membaca Berita

Betul bahwa kita harus tetap membaca berita untuk terus mengetahui apa yang terjadi di sekitar kita. Tapi gak bisa dipungkiri bahwa narasi berita yang beredar belakangan ini cukup suram dan menyedihkan. Sebenarnya bukan salah para awak media, melainkan karena memang kondisi di sekitar kita yang sedang genting dan mencekam.

Meskipun demikian, kita bisa membatasi diri kita dari paparan berita supaya enggak terjerumus semakin dalam ke dalam keputusasaan. Meskipun suasana di luar memang cukup genting, kita enggak perlu merasuki kegentingan itu ke dalam hati kita sendiri. Kita bisa tetap berusaha menjaga ketenangan hati kita dengan membatasi diri dari paparan berita-berita yang negatif.

Bukan berarti menyangkal apa yang terjadi loh ya! Kita harus sadar betul bahwa situasi memang sedang tidak normal. Tapi kita bukannya mau menyangkal, live in denial, bahwa kondisi itu enggak ada. Bukan! Tapi kita menjaga supaya hati kita bisa tetap tenang meskipun situasi di luar sedang gaduh-gaduhnya.

Ya, kita tetap harus tahu informasi terbaru yang terjadi setiap hari. Tapi batasilah, misalnya, cukup membaca berita di pagi dan sore hari saja. Dan apapun berita yang kita baca, tetaplah berusaha untuk waspada, tapi tidak sampai jatuh ke dalam paranoia.

2. Belajar Hal Baru

Diam di rumah terus-terusan memang membosankan! Tapi bukan berarti kita harus pasrah dan gak melakukan apa-apa selama membatasi aktifitas dengan #dirumahaja . Ada banyak hal yang bisa kita lakukan di waktu senggang yang biasanya kita isi dengan nongkrong atau nge-mall.

Belajarlah hal baru. Ada banyak kelas online yang bisa kamu ambil. Gue sendiri akhirnya subscribe Masterclass sejak tahun lalu untuk memperkaya pengetahuan. Menurut gue Masterclass adalah salah satu kelas online terbaik yang memampukan kita belajar dari para ahli di dunia. Memang biaya langganannya lumayan mahal. Tapi kalau dihitung-hitung, gak sebanding sama pengeluaran kalau nge-mall setiap minggu dulu sebelum pandemi kok! Haha. Secara sekarang enggak banyak pengeluaran untuk beli baju dan jajan, budget-nya bisa dialihkan buat subscribe Masterclass.

Anyway, kalau lo enggak suka Masterclass, masih banyak channel untuk belajar lainnya loh! Lo bisa nonton video-video TED, atau film-film dokumenter di Netflix dan National Geography (bisa diakses dari Disney+ Hotstar di Indonesia ya). Atau, lo juga bisa sekalian ngambil kelas online dari berbagai tempat les yang sekarang go online.

Yang penting, jangan biarkan pikiran lo nganggur begitu saja. Manfaatkan banyaknya waktu luang sekarang ini untuk memperkaya diri lo.

3. Jangan Berhenti Bersosialisasi

Manusia adalah makhluk sosial, kita belajar itu sejak SD. Jadi, hukuman sosial yang paling berat bagi manusia adalah ketika di merasa terkucilkan. Dan dengan situasi pandemi yang membatasi pergaulan kita, dengan sangat mudah kita akan merasa kesepian. Ngobrol dengan teman dan sanak saudara, acara pesta pernikahan atau perayaan hari besar yang biasanya menjadi hal yang biasa, sekarang jadi sangat langka.

Thanks God for technology! Meskipun gak bisa berinteraksi secara langsung dengan orang yang enggak serumah, kita tetap bisa ngobrol secara virtual dengan mereka. Jadwalkan video call rutin dengan keluarga supaya hubungan silaturahmi enggak putus. Saling follow lah di social media supaya bisa tahu update kehidupan masing-masing dari mereka. Dan jangan lupa juga untuk bikin messenger group bareng supaya tetap bisa ngobrol kapan aja.

Atau, kalau kalian memang butuh untuk ketemu, jangan ragu untuk ketemu asalkan dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Lakukan tes swab (– minimal swab antigen ya) sebelum bertemu dengan keluarga. Dan batasi supaya pesertanya enggak terlalu banyak. Tetap pakai masker selama bertamu ke rumah kerabat dan jangan lupa untuk rajin-rajin cuci tangan.

Ya, ketika bertemu muka, pasti kita membawa resiko buat mereka. Dan mereka pun membawa resiko buat kita. Tapi, menurut gue pribadi, perasaan kesepian jauh lebih menyakitkan daripada resiko yang mungkin timbul jika kita tetap mematuhi protokol kesehatan. Just do our best! Lakukan yang terbaik untuk saling jaga. Tapi jangan biarkan seorang pun kerabat terdekat lo kesepian. Ketika kehadiran fisik memang sangat dibutuhkan, kesampingkan rasa takut dan beranilah untuk mengambil sedikit resiko (– sedikit aja resikonya ya, makanya tetap patuhi protokol kesehatannya!). Ambillah resiko dengan cara yang smart. Dan jangan mencelakai orang lain dengan bersikap ceroboh dan gak pedulian.

4. Proses Emosi dengan Cara yang Sehat

Gak bisa dipungkiri dengan segala hal yang terjadi, entah langsung terjadi pada kita atau kita dengar terjadi pada orang lain, kesedihan pasti merayap dalam benak kita. Gak cuma perasaan sedih, rasa takut juga pasti ada. Marah juga, karena merasa pandemi ini kok gak kelar-kelar. Kecewa mungkin, karena merasa penanganan pandemi di negara kita belum optimal. Bisa juga kita merasa putus asa dan kehilangan harapan, karena masalah yang muncul dalam hidup kita gara-gara pandemi.

Apapun emosi yang sekarang lo rasain, percayalah, semua emosi itu wajar dan tidak perlu disangkal keberadaannya. Banyak motivator yang bilang: “Be positive!”. Seolah-olah semua emosi selain bahagia adalah sesuatu yang negatif. Padahal kenyataannya, emosi apapun – bahagia, marah, atau sedih sekalipun – adalah cara otak kita merespon apa yang terjadi di sekitar kita. Jadi, semua emosi itu baik. Karena emosi membuat kita hidup dan bereaksi atas apa yang telah terjadi.

Yang tidak seharusnya dilakukan adalah membendung emosi-emosi yang kita kira negatif. Banyak orang yang melakukannya karena termakan kata-kata “Be positive!”. Sehingga mereka menekan segala emosi yang dianggap negatif supaya tetap bisa memancarkan semangat positif. Padahal, menurut pengalaman gue, ketika emosi negatif dipendam, emosi itu bukannya menghilang. Melainkan malah semakin menjadi-jadi di alam bawah sadar. Dan bukannya membuat kita jadi lebih sehat secara mental, tapi malah merusak. Karena suatu saat emosi yang terpendam itu akan mencuat 100x lebih kuat daripada ketika pertama kali kita memendamnya.

Proseslah emosi lo dengan cara yang sehat. Rasakan emosi itu. Biarkan dia lewat. Lakukan apa yang perlu lo lakukan untuk mengolahnya. Ada orang yang mengolah emosinya dengan bermeditasi. Ada yang pergi traveling. Ada yang lebih memilih untuk sendirian dulu sampai emosi yang kuat itu lewat. Setiap orang mempunyai cara yang berbeda-beda untuk mengolah emosinya. Temukan cara yang paling tepat buat lo mengolah emosi lo yang campur aduk selama pandemi ini. Tapi jangan pernah menekannya dan menganggapnya enggak ada. Biarkan emosi itu lewat. Jangan termakan toxic positivity. Tapi jadilah orang bermental sehat yang mengolah emosinya dengan cara yang benar.

Sekian cerita gue supaya tetap asyik meskipun COVID naik. Kalian punya poin-poin lainnya untuk dibagikan? Ayo share di kolom komentar di bawah ya!

Thanks for reading this! Kalau kamu suka sama artikel ini, jangan lupa untuk share ke teman-teman kamu ya!

Leave your comment below. Dan follow juga Instagram @just.hilda untuk selalu dapat update terbaru dari blog Just Hilda. Jangan lupa share artikel ini ke teman-teman kamu juga ya!

Spread love,