Turning Red: Belajar 4 Kesalahan Parenting dari Film Kocak Ini
Sudah lama banget gue gak ngebahas film animasi ya! Makanya kali ini gue mau ngebahas satu film animasi dari Disney–Pixar yang sudah rilis cukup lama dan gue suka banget, tapi baru sempat gue angkat ke blog ini sekarang. Judul film ini adalah Turning Red. Kalian hanya bisa nonton film ini di Disney+ ya. Karena film ini enggak tayang sama sekali di bioskop semenjak dirilis pada bulan Februari 2022 ketika pandemi masih berkecamuk.
Film ini unik banget karena mengangkat tema budaya keluarga Chinese yang amat sangat mengutamakan bakti kepada orang tua. Kisahnya bercerita tentang Meilin Lee, seorang remaja perempuan yang sedang mengalami masa-masa akil balik. Ibunya, Ming, mengira dia baru mengalami menstruasi pertama. Padahal kenyataannya, ketika dia beranjak remaja, roh panda merah yang diwariskan dari Ming mulai aktif di dalamdirinya sehingga dia bisa berubah menjadi seorang panda merah raksasa ketika mengalami luapan emosi yang berlebihan. Dengan segala tantangan remaja yang penuh ups and downs, Meilin sangat kesulitan mengontrol dirinya. Ditambah lagi dengan segala tuntutan dari Ming agar dia bisa jadi seorang gadis remaja yang “sempurna”, Meilin akhirnya kewalahan dan mulai memberontak.
Hanya ada satu cara untuk membuat Meilin bisa kembali hidup dengan normal, yaitu dengan mengurung roh panda merah yang ada di dalam dirinya supaya kemampuannya untuk berubah wujud menjadi panda merah raksasa dapat menghilang selamanya. Tapi sungguh kah itu yang Meilin inginkan?
Buat kalian yang belum nonton, kalian bisa langsung aja meluncur ke Disney+ untuk nonton film ini selengkapnya ya. Dan buat kalian yang udah nonton atau pengen tahu cerita film ini lebih lanjut, berikutnya gue akan membahas tentang 4 kesalahan parenting yang dilakukan Ming, mamanya Meilin. Penasaran? Yuk kita langsung bahas aja yaa!!
!! MAJOR SPOILER ALERT !!
ONLY PROCEED IF YOU’RE SURE THIS IS WHAT YOU WANT TO DO
1. Over Protective!
Ming berpikir bila dia mengawasi Mei dengan cermat, dia akan tahu ketika roh panda merah yang dia wariskan itu mulai bangkit di dalam diri anaknya. Dia selalu mengawasi di mana pun Mei berada. Dia bahkan beranggapan, “If I watch you like a hawk I will see the sign.” Tapi pada kenyataannya, seberapa cermat pun dia mengawasi anaknya, Ming tetap tidak sadar ketika pertama kali Mei berubah menjadi panda merah raksasa.
Dengan perhatiannya yang terfokus bagai laser pada Mei yang sudah remaja, yang terjadi malah relasinya dengan Mei jadi semakin tidak sehat. Mei yang sedang belajar beranjak dewasa tidak memiliki ruang yang cukup untuk mengeksplorasi dirinya. Sedangkan Ming yang selalu mengawasi Mei malah menjadi semakin kecewa ketika Mei berubah menjadi pribadi yang tidak ideal buatnya.
Lesson learned: Seorang anak butuh ruang untuk bisa mengeksplorasi dunianya. Hal-hal yang buat kita orang dewasa adalah hal yang biasa dan sederhana, bisa jadi buat mereka itu menakjubkan dan luar biasa. Karena mereka masih belajar, rasa ingin tahu mereka sangat besar. Kesalahan kita sebagai orang tua seringkali adalah tidak membiarkan anak kita belajar dari kegagalan. Kita terlalu overprotective seperti Ming. Sehingga pada akhirnya, sang anak terlambat untuk belajar hal-hal baru karena terlalu sering dibatasi oleh orang tuanya. Seperti Mei yang terlambat belajar mengungkapkan keinginannya sendiri karena seumur hidupnya dia selalu melakukan apa yang orang tuanya inginkan.
Padahal, sebenarnya ngapain sih mengawasi anak segitunya? Toh mau diawasi seperti apapun, orang tua selalu akan tetap memiliki blind spot kalau menyangkut tentang kehidupan anaknya. Lebih baik orang tua memberikan kebebasan yang bertanggung jawab pada si anak. Dan dengan memberikan kepercayaan yang sehat kepada anak, dia pun akan belajar untuk menceritakan secara jujur apa yang terjadi padanya sehingga kita tidak perlu susah payah mengawasi mereka terus-terusan.
2. My Kid Is Never Wrong!
I KNOW! Sebagai orang tua kita selalu merasa anak kita adalah yang terbaik. Lagipula kita sudah bersusah payah mendidik dan membesarkan mereka. Tentu saja mereka akan selalu bersikap baik! Gak mungkin mereka tumbuh menjadi anak yang nakal. Karena kalau mereka bukan anak yang baik, maka mungkin kita lah yang salah dalam membesarkan mereka. Jadi bila ada yang salah dengan anak kita, maka yang salah pasti gurunya, teman-temannya, atau siapa saja selain kita. Apakah masuk akal? Hmmm.. Sejujurnya enggak juga ya.
Tetapi banyak orang tua yang berpedoman demikian. Seperti Ming yang lebih memilih menyalahkan teman-teman Mei atas segala hal yang menurutnya salah dalam diri Mei. Bukannya membuka mata dan melihat bahwa anaknya memang sedang dalam tahap beranjak dewasa dan mulai memiliki keinginan yang berbeda dengannya.
Lesson learned: Kenyataannya, seberapa sempurna pun cara kita mengasuh anak kita – ya namanya juga manusia – suatu hari mereka pasti akan membuat keputusan yang salah. Itu adalah bagian dari belajar. Bukan berarti mereka adalah anak yang nakal. Bukan artinya juga kita harus selalu membela anak kita dan menyalahkan teman-temannya yang menurut kita membawa pengaruh buruk buatnya. Membuat kesalahan adalah bagian dari bertumbuh dewasa. Sehingga ketika anak kita berbuat salah, kita harus dengan berbesar hati menerima bahwa dia hanyalah seorang manusia biasa yang wajar berbuat salah.
Dan sudah tangung jawab kita lah sebagai orang tua untuk mengajarkan pada anak kita bagaimana caranya bertanggung jawab atas kesalahannya sendiri, bukannya melemparkan kesalahan itu pada orang lain demi melindungi harga diri kita – yang sebenarnya enggak ada hubungannya sama sekali dengan bagaimana anak kita bersikap. On top of that, sadarilah bahwa kesalahan mereka bukanlah cerminan kegagalan kita sebagai orang tua. Mereka hanya bersikap layaknya seorang manusia biasa dan kita selayaknya menormalisasi respon kita terhadap kegagalan itu.
3. You Are The Source of My Happiness
Meskipun sudah jadi orang tua, tentu saja kita pun masih punya cita-cita atau kebutuhan yang mungkin belum tercapai. Hal-hal itu sudah seharusnya menjadi urusan kita dengan diri kita sendiri. Tapi sayangnya, banyak orang tua yang tidak bisa membuat dinding pemisah antara kebutuhan dirinya sendiri dan kewajiban anaknya untuk berbakti. Sehingga missing piece apapun yang ada dalam hidup orang tua, seringkali dibebankan kepada anak untuk dipenuhi. Ouch! Kasihan ya.
Seringkali, orang tua yang seperti ini menggantungkan harapan, kebahagiaan dan cita-citanya pada anaknya. Sehingga ketika anaknya tidak bersikap seperti yang dia inginkan, dia jadi kecewa dan menyalahkan anaknya. Seperti yang Ming katakan ketika dia melihat kelakuan Mei: “How could she do this to her own mother?” Padahal, yang Mei lakukan hanya membuat pilihan untuk dirinya sendiri dan adalah haknya sebagai pribadi yang utuh untuk membuat keputusan itu. Mei didn’t “do” that to her own mother, she did it for herself! Karena sejak awal, kebahagiaan orang tua tidaklah seharusnya menjadi tanggung jawab seorang anak. Kebahagiaan orang tua adalah tanggung jawab dirinya sendiri.
Lesson learned: Seberapa sempurnanya pun pola asuh kita, seberapa kerasnya pun usaha kita untuk memenuhi semua kebutuhan mereka, pada akhirnya anak-anak kita pasti akan menemukan satu sisi yang tidak sejalan dengan kita. Salahkanlah perubahan zaman. Atau salahkanlah globalisasi dan internet. Tapi itulah kenyataannya. Dan ketika itu terjadi, kita sebagai orang tua harus paham bahwa itu adalah cara mereka untuk membentuk kepribadian mereka yang utuh. Sebuah kepribadian yang tidak sama dengan kita.
Bila kita memang memiliki kebutuhan atau cita-cita yang belum terpenuhi, lakukanlah sesuatu untuk diri kita sendiri untuk memenuhi kebutuhan itu atau menggapai cita-cita itu. Jangan limpahkan tanggung jawab itu kepada anak kita sampai meraka merasa seperti yang Mei rasakan: “I am her hopes and dreams.” Beban semacam itu terlalu berat untuk anak mana pun. Bila kita memiliki harapan dan impian, wujudkanlah itu semua sendiri. Tidak ada kata terlambat. Seberapa tua pun umur kita, kita bisa menggapi cita-cita kita bila kita mau belajar dan berusaha.
4. You Will Always Be My Baby
Ketika Mei pada akhirnya memutuskan untuk mtetap menyimpan roh panda merahnya, Ming tidak bisa menerimanya sampai-sampai dia berubah menjadi panda merah raksasa yang meneror seluruh kota demi menundukkan anaknya. Mungkin menurut Ming, keputusan Mei adalah bentuk pemberontakan kepada ibunya. Padahal sebenarnya, Mei sudah cukup besar untuk bisa mengambil keputusan bagi dirinya sendiri. Masalahnya, Ming tidak menyadari hal itu.
Rasanya memang ajaib bila kita mengingat kembali masa-masa ketika anak kita masih bayi dan tidak berdaya, lalu tiba-tiba dalam sekejap mata mereka telah tumbuh menjadi anak-anak yang semakin besar usianya. Kadang, karena terlena dengan keadaan itu, kita jadi tidak sadar bahwa saat ini anak kita yang dulu kita timang-timang itu kini sudah bukan anak kecil lagi. Sehingga kita tidak bisa membuat batasan yang jelas, kapan kita boleh ikut campur untuk membantunya dan kapan kita harus menghormati keputusannya – seberapa bertentangan pun keputusan itu dengan prinsip kita sendiri.
Lesson learned: Orang tua seharusnya tahu kapan dia harus mulai mundur dari kehidupan anaknya. Tidak ada anak yang bisa menjadi orang dewasa yang sehat bila dia tidak diajarkan untuk jadi mandiri sejak masa kecilnya. Insting untuk mandiri itu seharusnya sudah tertanam dalam diri setiap anak. Tapi insting itu bisa menjadi tumpul bila orang tua terus-menerus mengekang kebebasan sang anak dan tidak menghormati keputusan anak untuk hidupnya sendiri.
Ada perbedaan yang jelas antara seorang bayi yang tidak bisa apa-apa sehingga kita harus selalu menjaganya setiap saat dengan seorang anak remaja yang mulai belajar mengenai dunia di sekitarnya dan butuh kebebasan untuk bisa menemukan jati dirinya. Peran kita sebagai orang tua berubah seiring berjalannya waktu. Dan sudah menjadi kewajiban kita untuk menyadari kapan kita perlu berubah supaya anak kita tidak tumbuh dewasa menjadi seorang big baby.
Itu dia 4 kesalahan parenting yang bisa kita pelajari dari film Turning Red. Di samping 4 poin di atas, ada satu kutipan juga dari Ming yang buat gue mengena banget:
“You try to make everyone happy but so hard on yourself. If I taught you that, I’m sorry.”
Ming – Turning Red
Pada akhirnya, sebagai orang tua pasti ada saja kesalahan-kesalahan yang kita buat dalam mengasuh anak kita. Dan bila itu terjadi, betapa indahnya bila kita dapat berbesar hati untuk menyadarinya dan meminta maaf pada anak kita. Karena bagaimana pun juga, sesusah apapun kita dalam mengasuh mereka, mereka tetaplah seorang pribadi manusia yang harus kita jaga harga dirinya. Bila kita membuat kesalahan pada anak kita, jangan ragu untuk meminta maaf meskipun dia hanyalah seorang anak kecil dan kita adalah orang dewasa. Hargailah mereka, maka mereka pun pasti akan membalasnya dengan kasih sayang yang luar biasa.
Thanks for reading this! Kalau kamu suka sama artikel ini, jangan lupa untuk share ke teman-teman kamu ya!
Leave your comment below. Dan follow juga Instagram @just.hilda untuk selalu dapat update terbaru dari blog Just Hilda. Jangan lupa share artikel ini ke teman-teman kamu juga ya!
Spread love,