Semua cewek pasti tahu yang namanya Cinderella – dan semua cerita princess yang serupa. Kita semua dibombardir dengan gimana cerita cinta Cinderella yang berakhir indah ketika dia menikah dengan Prince Charming. And they live happily ever after. Itu kalimat penutupnya. As if… Kehidupan Cinderella berakhir bahagia setelah dia menikah dengan sang pangeran. Padahal, kenyataannya, menyandang status sebagai seorang istri itu enggak ada apa-apanya dibanding jadi seorang ibu.

Apakah dongeng Cinderella pernah menerbitkan sekuel tentang apa yang terjadi setelah pesta pernikahan akbarnya dengan sang pangeran? Apakah pernah ada yang bikin cerita tentang apa yang terjadi pada Cinderella ketika dia hamil dan menjadi seorang ibu? Jawabannya: TENTU TIDAK! Karena bagian ini adalah bagian yang kurang menjual. Kurang indah untuk diceritakan. Sebuah bagian kehidupan yang – kalau diceritakan secara nyata tanpa filter sama sekali – akan bikin banyak wanita berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk jadi seorang ibu.

 

From Wedding Gown to Maternity Gown

Gue masih ingat banget ketika gue berburu gaun pengantin. Gaun putih bersih yang cantik. Gaun yang cuma gue pakai sekali dalam seumur hidup. Gaun yang akan gue kenang seumur hidup gue. Karena dalam balutan gaun itu gue akan membuat sebuah komitmen terbesar dalam hidup gue. You know, gue bahkan diet ketat supaya gue bisa kelihatan perfect ketika mengenakan gaun itu.

Sekian bulan kemudian setelah gaun yang bombastis itu, gue masuk dalam tahap kehidupan berikutnya. Ketika test pack menyatakan gue positif hamil. Hore! Senang banget! Akhirnya orang-orang akan berhenti nanya, “Udah isi belum?” Dan gue bisa berhenti jawab, “Udah, isi babi.” Haha!

What comes after that? A massive change in my whole body. Bukan cuma perut yang membesar. Seluruh badan rasanya enggak nyaman. Tenaga rasanya gampang banget terkuras. Otot sedikit-sedikit rasanya pegal. Bahkan lagi tidur pun kaki bisa tiba-tiba kram. Dan yang paling menyedihkan adalah, semua koleksi baju di lemari gue enggak bisa dipake lagi. Bra jadi kekecilan, baik lingkar dada maupun cup-nya. Bye-bye celana jeans stretch yang memeluk kaki dengan sempurna. Bye-bye juga semua blouse cantik yang membentuk pinggang dengan indah.

Apakah Cinderella pernah menceritakan hal ini kepada seluruh penontonnya? Setiap cewek yang nonton filmnya, baca ceritanya, dan pengen punya kehidupan happily ever after kayak dia? Nuh-uh! She didn’t tell us that!

 

The Problem With Our Society

Masalahnya adalah, semua orang berpikir bahwa menjadi seorang ibu adalah hal yang alami. Kodrat seorang wanita sejak dia dilahirkan. Dan adalah tujuan biologis seorang wanita diciptakan. Karena adalah sesuatu yang kodrati, maka seharusnya bukan sesuatu yang sulit dong? We suppose to have it in our blood. We suppose to know how to do it well. As well as how we know how to breathe.

When the reality is… it is hard as f*ck! Seriously!

Dalam pengalaman motherhood gue, kehamilan gue diwarnai oleh sakit kepala yang berkepanjangan, badan lemas gak berdaya karena pre-eklamsia, bahkan sampai harus diet garam selama hampir sebulan. Belum lagi sakit pasca operasi yang baru benar-benar hilang setelah hampir sebulan. Baby blues parah yang sudah mengarah ke post partum depression. Struggle untuk menyusui. Pusing cara naikin berat badan si anak. Bilirubin tinggi yang bikin kulit si kecil kuning sampai hampir tiga bulan. Kekhawatiran terus menerus kalau melakukan kesalahan fatal yang mengancam nyawanya. Apalagi katanya bayi prematur rawan terkena SIDS (sudden infant death syndrome). Damn it! Will it ever stop?!

Hari-hari motherhood gue selalu dibayang-bayangi ketakutan. Takut melakukan sesuatu yang salah dalam merawat si kecil. Takut membuat luka batin yang membekas di batin si kecil. Takut enggak berusaha cukup keras sehingga merugikan si kecil.

Sampai-sampai, tanpa gue sadar, tiba-tiba hidup gue bukan tentang gue lagi. Hidup gue, segalanya, beralih jadi tentang dia. Si bayi kecil mungil yang enggak berdaya itu. Hingga, lagi-lagi tanpa gue sadari, kepribadian gue perlahan-lahan memudar. Gue lupa akan diri gue. Gue lupa untuk merawat diri gue sendiri. Dan akhirnya, ketika sudah terlambat, gue baru sadar bahwa gue enggak bahagia. Gue baru sadar bahwa kehidupan ideal yang gue bayangkan enggak akan pernah tercapai.

 

I Blame Cinderella!

Because I don’t know who to blame, and because she is a fictional character. Hence she is not exist and it is okay to blame her. LOL!

But my point is this. Kita enggak bisa berharap yang indah-indah terus dalam kehidupan ini. Mungkin sebagian besar dari kita punya rencana yang matang tentang kayak gimana hidup kita seharusnya. Kita juga mungkin punya gambaran ideal tentang kehidupan seperti apa yang kita idam-idamkan. Masalahnya, kadang hidup enggak selalu setuju dengan gambaran ideal yang kita harapkan. Bahkan lebih seringnya sih kayak gitu ya. Apa yang kita idam-idamkan malah lebih sering enggak kejadian. Ya kan?

Jadi ketika Cinderella menjanjikan kehidupan happily ever after begitu dia menjadi istri sang prince charming, kita pun membayangkan hal yang serupa. Dan yang lebih parahnya lagi, kita mengharapkan hal yang serupa. Padahal pada kenyataannya, ketika seorang wanita melangkah dari jabatan seorang istri ke seorang ibu, lompatannya sangat jauh dan lebar. It’s a long leap! Maybe longer than a leap of faith! Haha!

Makanya enggak heran kalau banyak istri yang “berubah” begitu dia menjadi seorang ibu. Being a mom is a big challenge for a woman. A challenge that once completed can make us level up to a better person. A challenge that will change our lives forever because we have to say goodbye to that little girl who still believe in Cinderella’s happily ever after.

 

Salute To You, Moms!

So we need to stop looking up to Cinderella. As I said before. She is a fictional character. Her happily ever after once she married prince charming is also a fictional theory! We need to live our lives as a reality. And we have to learn how to be content with everything that we have today.

Moms, mungkin rumah kita enggak serapi yang kita idam-idamkan. Mungkin anak kita enggak sepenurut yang kita inginkan. Mungkin kulkas kita di rumah kosong jadi kita terpaksa nge-gojek KFC buat makan malam. Mungkin saking capeknya kita ngurus keluarga, kita lupa maskeran dan muka kita jerawatan.

Let me tell you what: it’s okay!

It’s okay to have a messy house. It’s okay to eat KFC. It’s okay to have pimples. Because we are not Cinderella. We are a living, breathing human who lives in a real world. Not a fairytale world.

Be easy on ourselves. Enjoy your motherhood journey. Take a deep breath in the midst of all the tantrums. Regain your calm and think straight. You got this! It is hard as f*ck. But you know you got this. Remember, it is a very long and wide leap. So you need to be very easy on yourself.

Mungkin awalnya lo kaget karena lo sama sekali gak menyangka bahwa lompatannya akan sejauh ini. Tapi karena lo udah terlanjur melompat, sudahlah. Nikmatin aja. Ambil nafas panjang dalam setiap detik lompatan yang lo jalanin. Kalau sempat bahkan sempatin untuk lihat-lihat pemandangan sekitar. Tanpa lo sadari lo akan sudah mendarat di tanah lagi. Dan level up jadi versi diri lo yang lebih baik lagi. Seorang ibu yang dewasa dan bijaksana. Seorang ibu yang layak jadi panutan anak lo kelak.

 

Give yourself a pat on the back, Moms! You are doing a great job!

And remember to always be happy with your life. It is a wonderful life.

 

Spread love,

hiLda